Pesatnya pertumbuhan industri dan penduduk di Indonesia memberikan berbagai dampak, salah satunya yaitu meningkatnya jumlah sampah akibat tingginya jumlah konsumsi masyarakat. Salah satu sampah yang banyak ditemukan di masyarakat adalah styrofoam. Bahkan, saat ini Indonesia menduduki peringkat keempat sebagai negara dengan penghasil sampah styrofoam terbanyak di dunia. Padahal, styrofoam merupakan bahan yang dapat berbahaya bagi kesehatan dan sulit terdegradasi di alam.
Berdasarkan permasalahan tersebut, mahasiswa Universitas Diponegoro yang tergabung dalam tim Program Kreativitas Mahasiswa (PKM-PE), di bawah bimbingan Ir. Indro Sumantri, M.Eng (dosen S-1 Teknik Kimia Undip) yang beranggotakan 3 mahasiswa Teknik Kimia 2018, yaitu Sabrina Rahmi Adiyar, Ni Kadek Adnya Kusuma Sari, dan Salma Rahma Dewanti berusaha mengembangkan sebuah inovasi baru dalam upaya mengurangi penggunaan styrofoam yang bernama “Sorpisbloom”, yakni biodegradable foam atau biofoam dari kombinasi limbah daun kering dan pati sorgum. Biofoam adalah kemasan alternatif pengganti styrofoam yang terbuat dari bahan-bahan yang ramah lingkungan serta polimer sintetik yang bersifat mudah terurai. Komponen terpenting yang dibutuhkan untuk membuat biofoam adalah pati dan serat untuk memperkuat strukturnya. Penggunaan sorgum di Indonesia dirasa kurang optimal, karena sebagian besar biji sorgum hanya digunakan sebagai pakan ternak, jika menjadi makanan pun akan memberikan tekstur yang keras serta rasa yang pahit.
Sebagai ketua tim dalam kelompok penelitian ini, Sabrina berharap agar pati sorgum dan serat daun kering dapat dijadikan sebagai referensi material baru dalam proses pembuatan biofoam. “Kami harap kedepannya biofoam kami dapat digunakan dan dikembangkan lagi. Sehingga permasalahan mengenai styrofoam yang tak terurai di alam dapat diatasi,” tutur Sabrina.