
Indonesia secara geografis berada di cincin api pasifik yang merupakan pertemuan tiga lempeng tektonik di dunia. Di sekitar pertemuan tiga lempeng inilah terjadi akumulasi energi tabrakan yang kemudian dilepas dalam bentuk gempa bumi. Hal itu menyebabkan Indonesia menjadi negara yang rawan bencana seperti gempa bumi. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), frekuensi kejadian gempa bumi di Indonesia terus meningkat semenjak tahun 2018 hingga sekarang.
Gempa dapat menyebabkan keretakan bahkan merobohkan suatu bangunan. Bangunan yang mengalami keretakan akan kekurangan daya tahan dan daya pakainya. Retakan pada bangunan akan menimbulkan celah, sehingga udara dan air mudah masuk ke dalam struktur beton. Akibatnya, baja penjangga bangunan mudah mengalami korosi dan beton menjadi rapuh. Bangunan yang sudah mengalami hal tersebut akan dapat roboh sewaktu-waktu. Hal tersebut tentunya akan mengancam keselamatan seseorang yang ada di dalamnya.
Keretakan pada beton tidak hanya dapat disebabkan oleh gempa bumi saja. Beton merupakan material konstruksi yang umum digunakan di berbagai jenis bangunan. Masa pakai beton adalah 20-30 tahun. Setelah kurun waktu tersebut, beton akan mengalami penyusutan volume yang menyebabkan terjadinya keretakan pada beton. Oleh karena itu, keretakan pada beton merupakan fenomena yang tidak dapat dihindari.
Belakangan ini, ilmuwan mikrobiologi asal Universitas Delft Belanda, Hendrik Marius Jonkers telah mengembangkan teknologi untuk mengatasi hal tersebut. Teknologi yang tengah dikembangkan bernama teknologi self healing concrete (SHC). Sesuai namanya, teknologi ini dapat membuat beton mampu memperbaiki sendiri keretakan yang dialaminya. Akibatnya, bangunan akan menjadi lebih kokoh serta memiliki masa pakai yang lebih lama. Teknologi ini dapat menurunkan konsumsi semen yang akhirnya dapat mengurangi dampak buruk terhadap lingkungan. Secara tidak langsung, teknologi ini memberikan dampak positif ke lingkungan serta berperan dalam mencegah pemanasan global.
Teknologi self healing concrete (SHC) yang telah dikembangkan saat ini yaitu dengan menambahkan campuran mikroba sebagai agen penguat beton. Mikroba memiliki kemampuan untuk membentuk mineral di alam, sehingga dapat dimanfaatkan pada teknologi SHC. Salah satu mikroba yang dapat dimanfaatkan untuk teknologi ini adalah bakteri penginduksi kalsium karbonat melalui aktivitas metabolismenya. Bakteri ini akan menghasilkan kalsium karbonat yang nantinya dapat berfungsi sebagai perekat. Selain itu, bakteri ini juga mampu membentuk spora ketika ditambahkan ke dalam campuran semen.
Ketika timbul retakan pada beton, air dan udara akan masuk ke dalam rongga pada beton. Hal tersebut kemudian akan membuat bakteri aktif atau bangun dari fase hibernasinya. Bakteri yang sudah aktif kemudian akan memperbanyak diri dan melakukan aktivitas metabolisme. Melalui aktivitas metabolismenya, bakteri akan membentuk presipitasi kalsium karbonat dari lingkungan di sekitarnya. Kemudian akan dihasilkan mineral yang akan mengisi celah retakan pada beton. Apabila celah sudah terisi, maka bakteri akan kembali pada fase dormansi dan akan aktif kembali apabila terjadi retakan baru.
Pengembangan teknologi SHC berbasis mikroba ini dinilai dapat memberikan dampak positif dalam bidang infrastruktur, terlebih di Indonesia yang merupakan wilayah rawan gempa. Teknologi ini juga dapat mengurangi dampak dari pemanasan global. Hal tersebut dikarenakan mikroba ini dapat merangkap gas CO2 yang ada di atmosfer. Namun, perlu diketahui pula bahwa pertumbuhan mikroba akan menyesuaikan dengan lingkungannya. Mikroba yang bersumber dari wilayah dan negara lain belum tentu dapat bekerja optimum ketika digunakan di iklim Indonesia. Harapannya, dapat dikembangkan teknologi SHC menggunakan mikroba yang ada di Indonesia.
Sumber: semanticscholar.org https://www.semanticscholar.org/paper/Self-healing-concrete-based-on-different-bacteria%3A-Jogi-Lakshmi/908649bd01ddbc348e06c474bc069981177acd3b
Teknologi self healing concrete (SHC) yang telah dikembangkan saat ini yaitu dengan menambahkan campuran mikroba sebagai agen penguat beton
sebuah inovasi yang semoga bisa digunakan secara masal di indonesia