Permasalahan sampah plastik saat ini sudah menjadi epidemi dunia. Sampah plastik yang mengkontaminasi lautan memicu permasalahan baru yakni matinya organisme laut rusaknya terumbu karang. Publikasi di jurnal Science yang mengungkap adanya 12 juta ton sampah plastik di seluruh dunia pada tahun 2010 saja. Sementara Indonesia menjadi penghasil sampah plastik terbesar edua setelah China dengan 1,8 juta ton per tahun. Kajian Universitas Georgia yang dirilis tahun 2016 menemukan lautan di Indonesia merupakan perairan kedua di dunia yang menyimpan sampah plastik terbanyak.
Untuk mengatasi permasalahan plastik dunia, Avani, perusahaan eco-technology mengembangkan bioplastik yang merupakan produk biodegradable (limbah yang dapat hancur atau terurai oleh organisme hidup lainnya). Berbeda dengan kantong plastik yang dipasarkan sebagai produk “ramah lingkungan” namun tidak memberikan keuntungan kepada lingkungan. Bioplastik bisa larut secara instan dalam air hanya dengan menggunakan air panas.
Selain itu, saat berada di dalam air dingin, biplastik akan menjadi lunak dan kemudian berubah menjadi karbondioksida, air, dan biomassa secara alami dalam hitungan beberapa bulan. Hal itu berbeda dengan kantong plastik “ramah lingkungan” yang mesi bisa didaur ulang namun menghasilkan residu beracun yang membuatnya berbahaya untuk kehidupan laut dan tanaman. Bahkan produk ini sering tidak terdaur ulang seperti klaim awalnya, yang akhirnya menghasilkan kematian bagi ribuan makhluk laut dan berbahaya jika dikonsumsi manusia.
Kevin Kumala, Chief Green Officer Avani mengungkapnya gagasan menciptakan produk biodegradable berawal ketika melihat perubahan drastis di pantai dan permukaan laut di Bali.
“Bayangkan jika setiap hari tiap warga Indonesia yang jumlahnya 250 juta menggunakan satu sedotan plastik sepanjang 20 cm dan langsung membuangnya. Bila direntangkan sedotan tersebut bisa mencapai 5 ribu kilometer atau setara jarak Jakarta-Sydney!”, ungkapnya melalui keterangan resmi.
Sejatinya produk bioplastik telah dikembangkan dan diproduksi sejak 1990 di Eropa dari bahan jagung dan serat bunga matahari. Namun tingginya biaya produksi dan lamanya proses riset dan pengembangan membuat Kevin dan tim harus memutar otak. “Kami menganggap singkong sebagai bahan baku yang baik untuk produk biodegradable. Teknologi ini memang tidak baru, tapi keunggulan biodegradable yang kami kembangkan sudah lulus tes uji racun sehingga aman jika terkonsumsi oleh hewan laut,” imbuhnya.
Berkat inovasinya ini, Avani terpilih mewakili Indonesia di festival industri kreatif South by South West (SXSW) di Austin, Texas.
Sumber: CNN Indonesia