Sejumlah penemuan terus di publikasikan dalam berbagai jurnal ilmiah. Selain mengembangkan beragam metode sains, para peneliti juga mencari tahu tentang objek-objek yang menurut mereka masih menjadi misteri ilmu pengetahuan. Berikut merupakan 3 fakta menarik tentang sains.
Bumi Menyembunyikan Jajaran Gunung di Mantel Terdalamnya
Bumi menyembunyikan beberapa jajaran pegunungan di mantelnya. Planet Biru ini terdiri dari tiga lapisan dasar, yakni kerak yang dihuni 7,7 miliar manusia dan hampir 9 juta spesies lain; mantel yang sebagian besar berupa batuan padat dan merupakan 84 persen dari volume Bumi, dan mendorong terbentuknya gunung berapi dan gempa; serta inti yang menstabilkan medan magnet di seluruh dunia. Sekarang, ahli geologi telah menemukan bahwa batas ini menyembunyikan banyak pegunungan, menurut para peneliti yang melaporkan temuannya dalam sebuah studi baru yang diterbitkan pada 14 Februari dalam jurnal Science. Pegunungan ini lebih terjal, dengan perbedaan ketinggian yang besar, daripada pegunungan yang biasa dilihat di permukaan, seperti pegunungan Rocky dan pegunungan Appalachian di Amerika Utara, menurut pernyataan Princeton University. Agar para ilmuwan bisa mendeteksi jajajaran pegunungan ini, yang terpendam sekitar 410 mil di bawah permukaan Bumi, Bumi harus “diguncang” terlebih dulu. Seismolog dapat mendeteksi berapa banyak gelombang itu tersebar di permukaan dan menggunakan data yang diperoleh untuk mencari tahu apa yang ada di bawah permukaan Bumi. Dengan adanya temuan tersebut, para ilmuwan dapat memahami bagaimana planet ini terbentuk dan bagaimana fungsinya sekarang. Meski demikian, belum dijelaskan apakah mantel bagian atas dan bawah sudah menyatu atau tetap berdiri masing-masing dengan susunan kimianya sendiri.
Pemanasan Global Picu Seluruh Lautan di Muka Bumi Mendidih
Suhu laut disebut oleh para ilmuwan berada pada titik tertinggi sejak pengukuran akurat dimulai pada pertengahan Abad ke-20. Lantaran adanya perubahan iklim yang disebabkan oleh manusia, maka segala sesuatunya diprediksi akan kian buruk di tahun-tahun mendatang. Tetapi dalam beberapa tahun terakhir, para ilmuwan telah mengamati peningkatan suhu di samudera terdalam. Karena air lebih tebal daripada udara, ia memiliki kemampuan untuk menyerap banyak panas.
Sebuah makalah yang diterbitkan pada 2013 di jurnal Nature Geoscience mengungkapkan bahwa, untuk mendorong efek rumah kaca yang “berlarian” ini, Bumi akan membutuhkan sejumlah karbon dioksida sekitar 10 kali lebih besar dari apa yang bisa dilepaskan dari pembakaran semua cadangan batu bara, minyak dan gas yang tersimpan di tubuhnya. Jadi, secara teori dimungkinkan bahwa lautan Bumi bisa menjadi cukup panas untuk mulai mendidih. Molekul air hangat menguap dari permukaan laut sepanjang waktu. Uap air itu sendiri adalah gas rumah kaca, sehingga jumlah air yang lebih besar di atmosfer akan menciptakan siklus umpan balik yang ganas, dan dunia yang lebih panas secara keseluruhan.
Penyebab Birunya Bumi Menjadi Hijau
Sebuah studi baru, yang diterbitkan pada 11 Februari di jurnal Nature Sustainability, membantu menjelaskan alasannya. Salah satu pendorong utama menghijaunya Bumi adalah “efek pembuahan” yang disebabkan oleh pembakaran bahan bakar fosil oleh manusia. Ketika karbon dioksida meningkat di atmosfer, zat ini menumbuhkan fotosintesis –selama air, cahaya, dan nutrisi tidak terbatas. Ketika tanaman mengambil lebih banyak gas, mereka menghasilkan lebih banyak makanan dan menumbuhkan daun baru. Tetapi para peneliti juga menemukan penyebab lain terkait perubahan rona Bumi: adanya kegiatan menanam lebih banyak tanaman dan pohon.
Dalam gambar yang diambil antara tahun 2000 hingga 2017, para peneliti melihat perubahan wilayah yang hijau di daerah yang tertutup tanaman, serta apa yang digunakan oleh lahan yang mendasarinya termasuk lahan pertanian, hutan, dan padang rumput. Data satelit mengungkapkan bahwa secara global, sepertiga area ditumbuhi tanaman hijau, sedangkan lima persen di antaranya berwarna coklat.
Sumber :
https://bemfmipaunri.org/risdik-info-3-penemuan-sains-paling-menarik-sepanjang-februari-2019/