Manajemen Pengendalian Korosi (2): Bentuk Korosi dan Pengendaliannya

Pengetahuan dan pemahaman langsung terhadap korosi sangat penting terlebih lagi dalam hal perencanaan awal saat Engineering design, pemeliharaan unit-unit fasilitas dan proses produksi. Maka kita perlu mengetahui apa aja jenis korosi yang dapat terjadi dan bagaimana cara menanggulanginya. 
Bentuk – bentuk korosi dan pengendaliannya.

1. Korosi Merata (Uniform Corrosion), yaitu korosi yang terjadi pada permukaan logam, yang membuat dimensi ketebalan logam tersebut berkurang dan terkonversi menjadi produk karat. Biasanya korosi ini terjadi pada peralatan yang bersentuhan langsung dengan atmosfer seperti permukaan tanki dan bagian luar pipa.

Untuk mengendalikannya dapat dilakukan proses katodik, pemilihan, penggunaan inhibitor untuk memperlambat laju korosi, dan aplikasi protective coating seperti Rust Bullet.

2. Korosi Galvanik (Galvanic Corrosion), yaitu korosi yang terjadi akibat hubungan antara dua logam yang mengalami kontak dalam lingkungan yang korosif dan terdapat beda potensial yang menimbukjan tegangan listrik. Uniknya pada korosi galvanik, logam dengan beda potensial lebih rendah akan mengalami korosi sedangkan logam yang beda potensialnya lebih tinggi tidak mengalami korosi. Karena logam berpotensial rendah berfungsi sebagai anoda korban (sacrifice anode). Pengendaliannya dengan isolasi, coating protection, dan menghindari pemakaian bersama logam yang berbeda jenis atau memilih jenis logam dalam deret volta sedekat mungkin.

3. Korosi Sumuran (Pitting Corrosion) adalah korosi lokal yang terjadi pada permukaan yang terbuka akibat pecahnya lapisan pasif. Korosi sumuran ini diawalii dengan pembentukan lapisan pasif dipermukaan, kemudian diantara lapisan pasif dan elektrolit terjadi penurunan pH, sehingga lapisan pasif larut secara perlahan-lahan, dan akhirnya pecah. Korosi sumur ini sangat berbahaya karena areanya kecil (spot) membentuk sumur. Pengendalian korosi dengan pemilihan protective coating, memperhalus desain permukaan material, penggunaan inhibitor dan sedapat mungkin meletakkan material dengan posisi vertikal untuk mengurangi genangan air pada pemukaan logam.

4. Korosi celah (Crevice Corrosion), yaitu korosi lokal yang terjadi pada celah diantara dua komponen. Korosi ini merupakan kelanjutan dari korosi merata diluar dan didalam celah, sehingga terjadi reaksi oksidasi pada logam, dan reduksi pada oksigen. O2 didalam celah habis, sedangkan O2 di luar celah masih banyak akibatnya permukaan logam yang terhubung dengan bagian luar menjadi Katodik, dan permukaan logam yang didalam celah menjadi Anodik. Pengendaliannya dengan memakaikan butt join pada peralatan baru dengan pengelasan, menutup celah sambungan dengan pengelasan menerus, menjaga kebersihan daerah sambungan atau celah, menghindari pemakaian packing yang higroskopis.

5. Korosi retak tegang (Stress corrosion cracking – SCC), korosi retak tegang/ fatik dan korosi akibat akibat pengaruh hidrogen (corrosion induced hydrogen) adalah bentuk korosi dimana material logam mengalami keretakan akibat pengaruh lingkungannya. Korosi retak tegang terjadi pada paduan logam yang mengalami tegangan tarik statis dilingkungan tertentu, seperti baja tahan karat yang sangat rentan terhadap lingkungan klorida panas, tembaga (Cu) yang rentan dilarutan ammonia (NH3), dan baja karbon yang rentan terhadap larutan asam nitrat (HNO3). Sedangkan korosi akibat pengaruh hidrogen terjadi karena proses difusi hidrogen kedalam kisi paduan.

6. Korosi Mikroba (Microbially Induced Corrosion – MIC), adalah korosi yang disebabkan oleh aktivitas mikroba atau bakteri. Korosi jenis ini banyak terjadi di area struktur seperti jetty, pelabuhan atau bagian fasilitas produksi migas di offshore drilling facility yang bersentuhan langsung dengan air. Area pasang surut permukaan air (tidal zone) yang sangat besar korosinya, merupakan wilayah yang kaya oksigen dan juga merupakan area yang sangat subur bagi pertumbuhan dan metabolisme bakteri. Bakteri hidup membentuk koloni-koloni menempel di permukaan metal, hasil metabolisme bakteri membentuk acetic acid yang sangat korosif pada area koloni, maka 90% korosi akibat dari MIC adalah tipe Korosi sumuran (pitting corrosion). Pengendaliannya dengan pemeliharaan menggunakan under water protective coating.

7. Korosi Bawah Insulasi (Corrosion Under Insulation – CUI)

Korosi ini terjadi pada permukaan eksternal suatu material yang terbungkus oleh Insulasi. Pada kasus CUI umumnya ada 2 tipe korosi yang sering terjadi :

– Korosi Sumuran (Pitting Corrosion) untuk material carbon steel, terjadi karena air menembus serta berkumpul di dalam insulasi, bereaksi dengan oksigen yang terdapat dibawah insulasi. Air dan oksigen menjadi penggerak utama korosi sumuran dibawah insulasi.

– Korosi retak tegang (Stress Corrosion cracking) untuk material baja carbon rendah (stainless steel). Terjadi karena kehadiran Chloride yang terlarut dalam air yang meresap dalam insulasi, pada saat yang sama kondisi operasi alat sekitar bersuhu -50oC – +175oC, ini merupakan high corrosion rate terjadinya proses CUI.

Pencegahan korosi CUI bisa dilakukan dengan beberapa strategi :

– Mendisain perencanaan struktur dan insulasi yang tepat.

– Pemilihan material insulasi, spesifikasi material mengacu pada Chloride content < 10 mg/kg (ASTM C871), Moisture absorption < 1% weight (ASTM 1104), water absorption < 1kg/m3 ( EN1609 )

– Pemilihan jenis protective coating (ISO 12944) Inert polymeric resin CUI grade

– Pemeliharaan dan inspeksi secara periodik pada area-area insulasi.

 

Sumber: Edi Marwanto S, Alumni Teknik Kimia UNDIP 1992

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *