Proyek food estate di Papua dan Kalimantan Tengah meningkatkan laju deforestasi dan degradasi lingkungan.

Proyek food estate di Papua dan Kalimantan Tengah telah berkontribusi terhadap meningkatnya deforestasi dan degradasi lingkungan secara signifikan. Di Kalimantan Tengah, lebih dari 1.500 hektar lahan gambut telah dibuka untuk budidaya singkong, padahal lahan gambut memiliki peran krusial dalam mitigasi perubahan iklim dengan kemampuan menyerap karbon hingga 20 kali lebih banyak dibandingkan hutan hujan tropis. Penggundulan lahan ini menyebabkan pelepasan karbon sebesar 62,25 metrik ton CO₂ per hektar setiap tahun, yang setara dengan emisi dari pembakaran lebih dari 26.000 liter bahan bakar.

Sementara itu, di Papua, proyek food estate yang mencakup pembukaan lahan hingga 1,2 juta hektar berpotensi menyebabkan kerusakan jangka panjang pada ekosistem hutan tropis yang kaya akan keanekaragaman hayati. Kehancuran hutan ini membahayakan habitat satwa endemik seperti burung cenderawasih dan mengganggu keseimbangan ekologi di kawasan tersebut. Selain itu, alih fungsi hutan menjadi lahan pertanian menghasilkan emisi karbon dalam jumlah besar, yang semakin memperburuk dampak perubahan iklim global.

Tak hanya menimbulkan dampak ekologis, proyek food estate juga berdampak sosial, terutama bagi komunitas adat. Di Papua, masyarakat adat kehilangan hak atas tanah leluhur mereka, yang berujung pada dampak sosial serius, seperti terkikisnya identitas budaya serta meningkatnya konflik kepemilikan lahan. Di Kalimantan Tengah, banyak lahan yang telah dibuka untuk proyek ini kini terbengkalai, berubah menjadi semak belukar atau bahkan dialihfungsikan menjadi perkebunan kelapa sawit, menunjukkan kelemahan dalam perencanaan dan pengelolaan proyek secara berkelanjutan.


Anshari, M., & Permata, C. (2024). Deforestasi Hutan Lindung dalam Proyek Strategis Nasional Food Estate: Perspektif Maqashid Syariah. Al Qalam: Jurnal Ilmiah Keagamaan dan Kemasyarakatan18(3), 2031-2047.

Comments

15 tanggapan untuk “Proyek food estate di Papua dan Kalimantan Tengah meningkatkan laju deforestasi dan degradasi lingkungan.”

  1. Avatar Made
    Made

    Kerenn

  2. Avatar JO YURI
    JO YURI

    Teksnya keren, jelas, dan berbobot! Udah ngegambarin masalah food estate dengan detail, tapi tetap mudah dipahami.

  3. Avatar aldy
    aldy

    Solusi jangka panjangnya mungkin intensifikasi lahan yang sudah ada, bukan ekstensifikasi yang merusak hutan

  4. Avatar eva
    eva

    Kalau food estate cuma fokus pada komoditas ekspor, bukannya malah mengancam ketahanan pangan lokal?

  5. Avatar farel
    farel

    Pembukaan lahan food estate harus diimbangi dengan program reboisasi di area lain biar tetap seimbang

  6. Avatar vano
    vano

    Perlu mekanisme pemantauan independen untuk memastikan food estate gak melanggar komitmen lingkungan

  7. Avatar nuy
    nuy

    Teknologi vertical farming atau hydroponic mungkin lebih sustainable dibanding konversi hutan skala besar

  8. Avatar yoka
    yoka

    Pola food estate harusnya berbasis kearifan lokal dan ekosistem setempat, bukan dipaksakan

  9. Avatar jek
    jek

    Food estate itu konsepnya bagus untuk ketahanan pangan, tapi eksekusinya jangan sampai korbankan hutan primer

  10. Avatar yohan
    yohan

    Deforestation untuk food estate bisa bikin emisi CO2 melonjak dan kehilangan biodiversity

  11. Avatar neb
    neb

    Perlu kajian lingkungan lebih dalam sebelum membuka lahan baru untuk food estate

  12. Avatar milmul
    milmul

    Kalau mau bikin food estate jangan babat hutan baru

  13. Avatar enric
    enric

    Pola monokultur di food estate berisiko bikin tanah cepat tandus dan rentan hama

  14. Avatar ican
    ican

    Dampak ke masyarakat adat harus jadi pertimbangan utama

  15. Avatar raka
    raka

    libatkan petani lokal biar bisa ikut berkontribusi dalam food estate

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *