Es krim merupakan salah satu jenis dessert yang paling digemari. Es krim memiliki berbagai macam varian. Es puter merupakan salah satu jenis yang paling terkenal hingga saat ini serta merupakan kearifan lokal Indonesia. Es puter biasa dijual dengan bunyi gong kecil sehingga es puter kerap disebut sebagai es tung-tung atau es dung-dung. Asal-usul es puter diadaptasi dari kuliner ala Kolonial Belanda yang dibawa ke Indonesia. Es krim versi orang Belanda terbuat dari susu dan memiliki tekstur yang lembut. Sayangnya saat itu, masyarakat pribumi tidak mampu membeli susu sapi yang mahal. Namun, keterbatasan bahan baku bukanlah halangan bagi masyarakat untuk berkreasi sehingga masyarakat menggunakan bahan dasar es puter berupa santan. Santan sebagai bahan utama memberikan cita rasa gurih pada es puter dibandingkan rasa manis dan creamy seperti es krim.
Ditinjau dari aspek pengolahannya, pembuatan es puter secara tradisional masih dipertahankan hingga saat ini. Adonan santan dimasukan kedalam tabung yang diputar dalam es batu dan garam. Adonan es puter akan diputar dalam tabung sampai membentuk mirip kristal. Pembuatan es puter mungkin terlihat sederhana, namun terdapat banyak teori menarik bagaimana akhirnya es puter terbentuk hingga akhirnya diperjualbelikan. Salah satu teori yang cukup memberikan banyak pertanyaan adalah mengapa garam digunakan bersamaan dengan es batu dalam pengolahan es puter?
Tanpa kita sadari, es puter merupakan pengaplikasian sifat koligatif. Sifat koligatif adalah sifat-sifat yang muncul pada larutan yang hanya bergantung pada jumlah partikel zat terlarut dalamnya. Sifat-sifat ini merupakan penurunan tekanan uap jenuh, kenaikan titik didih, penurunan titik beku, dan peningkatan tekanan osmosis. Pada es puter, penurunan titik beku merupakan aplikasi yang diterapkan. Pembuatan es puter biasanya membutuhkan waktu yang cukup lama sehingga garam digunakan sebagai bahan tambahan untuk menurunkan titik beku es batu atau larutan. Nah, karena terjadi penurunan titik beku, maka suhu atau temperatur dari es batu sekarang tidak lagi berada di titik beku, sedangkan ada di atas titik beku. Hal ini pun membuat es batu menjadi ‘meleleh’ menjadi cairan. Dalam kata lain, ‘meleleh’ di sini bukan disebabkan oleh penambahan panas. Adapun kegunaan dari garam adalah untuk mencairkan es batu. Hal ini biasanya diterapkan di negara-negara yang memiliki empat musim untuk membersihkan salju di halaman atau jalanan.
Es yang sudah ‘meleleh’ menjadi cairan kemudian akan mendingin, tetapi tidak membeku kembali. Reaksi tersebut bersifat endotermik yang berarti menyerap energi atau panas sehingga akan menurunkan lagi suhunya. Oleh karena itu, hasil dari penambahan garam adalah cairan yang lebih dingin dari titik beku air (0 derajat Celcius). Hal yang mungkin seringkali tercetus di pikiran kita adalah bahwa ‘meleleh’ berarti meningkatkan suhunya sehingga berubah wujud. Namun, dalam pembahasan sifat koligatif pada es puter, kita belajar bahwa hal tersebut tidak selalu benar. Dengan ditambahkannya garam dalam es batu, maka es batu akan ‘meleleh’ dan juga menjadi lebih dingin dari sebelumnya.
Sumber : Kompasiana dan Liputan6
https://www.liputan6.com/regional/read/5354920/asal-usul-es-puter-es-krim-tradisional-indonesia
keren bangett bermanfaat
Keren banget, terima kasih infonya
Sangat informatif meabha wawasannnnnn
sangat menambah wawasan
sangatt keren
baru tahu informasi inii
kerennn infonya
informasimenarik
lucuu designya menarik
info mahal inii