PT Pertamina (Persero) tengah mengkaji untuk memproduksi varian bahan bakar baru, Biopertamax dengan mencampur Pertamax dengan bioethanol. Saat ini kajian dilakukan untuk menentukan mekanisme pencampuran serta harga jual kepada masyarakat.
Rencana pencampuran ethanol dikhususkan untuk campuran bahan bakar dengan RON minimal 92. Itu berarti hanya akan dicampur dengan BBM jenis Pertamax.
Pencampuran ethanol sesuai dengan amanat Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 12 Tahun 2015 tentang Penyediaan, Pemanfaatan dan Tata Niaga Bahan Bakar Nabati (Biofuel) sebagai bahan bakar lain.
Dalam beleid tersebut diamanatkan penggunaan bioethanol untuk usaha mikro, perikanan, pertanian, transportasi dan pelayanan umum (PSO) pada 2020 sebesar 5% dan untuk transportasi non PSO, industri dan komersial sebesar 10%. Pemanfataannya akan ditingkatkan di lima tahun berikutnya yakni masing-masing sebesar 20%.
Dalam penerapannya nanti, Biopertamax diharapkan mampu diterima di masyarakat dengan syarat harga yang harus bisa bersaing dengan jenis BBM yang sudah ada.
Syamsir Abduh selaku anggota Dewan Energi Nasional (DEN), mengatakan bahwa pembelian gasoline yang lebih ramah lingkungan akan dikompensasi dengan harga yang lebih murah.
Untuk bisa mengimplementasikan penerapan bioethanol diperlukan peran serta dari berbagai pihak, termasuk Kementerian Keuangan.
Menurut Syamsir, Kementerian Keuangan sudah diminta untuk memimpin tim kajian penerapan bioethanol. Namun masih terdapat keberatan dari Kementerian Keuangan karena secara teknis usulan tersebut baru datang dari sektor energi di Indonesia sehingga perlu dikaji terlebih dahulu.
Selain Kemenkeu, Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perhubungan dan stake holder lainnya juga turut ambil bagian dalam kajian.
Sumber : dunia-energi.com