Dalam fenomena lucid dream atau yang biasa dianggap sebagai “mimpi yang bisa dikendalikan”, si pemimpi tidak hanya menyadari faktanya bahwa dia sedang bermimpi, tetapi juga mampu mengendalikan konten mimpi. Terjadinya lucid dream juga dikaitkan dengan persepsi yang lebih tinggi dari kontrol diri, kreativitas, dan keterbukaan terhadap pengalaman. Dari sudut pandang fisiologis, periode REM atau Rapid Eye Movement dengan lucid dream menunjukkan peningkatan aktivasi otak, terutama di korteks prefrontal, dibandingkan dengan Periode REM tanpa lucid dream.
Lebih lanjut, timbul pertanyaan apakah fenomena ini meningkatkan aktivitas otak terkait dengan lucid dream dapat mengganggu proses pemulihan atau istirahat sebagai salah satu fungsi dari tidur yang akan mengurangi kualitas tidur atau perasaan segar di pagi hari. Sejauh ini, ada salah satu studi yang menghubungkan perbedaan antar individu dalam frekuensi lucid dream dengan ukuran kualitas tidur yang telah dilakukan. Dalam penelitian tersebut, mengungkapkan tidak ada korelasi yang signifikan antara lucid dream dengan kualitas tidur subjektif.
Sebuah studi berikutnya mengimplikasi temuan hubungan negatif antara frekuensi lucid dream yang dialami dengan kualitas tidur dalam dua sampel cross-sectional. Namun, hubungan ini tidak lagi signifikan jika frekuensi mimpi buruk dikontrol secara statistik. Hal ini mengungkapkan bahwa orang dengan lucid dream yang juga mengalami mimpi buruk lebih sering melaporkan kualitas tidur yang lebih buruk karena dari mimpi buruk dan bukan karena lucid dream yang mereka alami. Sebagai kesimpulan, studi cross-sectional tersebut mengindikasikan hubungan antara frekuensi lucid dream secara keseluruhan dan ukuran kualitas tidur menunjukkan bahwa tidak ada hubungan langsung antara lucid dream dengan tidur yang tidak segar dan kualitas tidur yang buruk.
Lucid dream bisa terjadi spontan atau dapat diinduksi dengan teknik yang berbeda. Teknik induksi lucid dream dibedakan menjadi dua kategori utama: Yang pertama yaitu teknik kognitif. Teknik kognitif mencakup semua aktivitas kognitif yang dilakukan untuk meningkatkan kemungkinan mencapai kejernihan dalam mimpi (misalnya pelatihan kesadaran dalam mimpi). Kemudian, yang kedua adalah stimulasi eksternal. Alasan di balik kategori kedua adalah bahwa stimulus eksternal disajikan untuk orang yang sedang tidur dan dapat dimasukkan ke dalam dimensi mimpi yang mereka imajinasikan.
Sumber: mdpi.com https://www.mdpi.com/2624-5175/2/1/7
Apa fenomena lucid dream terjadi ke semua orang atau hanya sebagian orang saja?
banyak mitos mitos mengenai lucid dream ternyata bisa dijelaskan secara ilmiah