
Kebakaran pemukiman rentan terjadi di kota-kota besar yang padat penduduk. Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS), kejadian kebakaran di Indonesia termasuk tinggi dibandingkan dengan negara-negara barat, yaitu sekitar kurang lebih 1000 kebakaran per tahun. Melihat tingginya kasus kebakaran pemukiman, banyak cara dilakukan untuk mencegah ataupun menanggulangi terjadinya kebakaran. Salah satu cara yang digunakan untuk mencegah terjadinya kebakaran dengan kerugian yang besar, yaitu dengan menggunakan pelapis yang dapat menghambat penyebaran api (flame retardant).
Selama ini pelapis penghambat penyebaran api terbuat dari material yang bersumber dari halogen dan berbasis minyak bumi. Akan tetapi, penggunaan material berbasis minyak bumi diketahui memberikan dampak negatif bagi lingkungan. Begitu pula dengan penggunaan halogen yang dapat menimbulkan gas korosif dan asap hitam pekat. Keduanya berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan manusia.
Oleh karena itu, tim Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) Universitas Diponegoro melalui program PKM-AI 2022 berinovasi memanfaatkan limbah ampas tebu sebagai alternatif pelapis penghambat penyebaran api yang ramah lingkungan.
Tim PKM ini diketuai oleh Ni Kadek Adnya Kusuma Sari (Teknik Kimia 2018), Sadam Arrois (Teknik Kimia 2018), Tiara Amelia Gunawan (Teknik Kimia 2018), dan Reza Firman Andra Saputra (Teknik Kimia 2018). Penelitian ini juga didampingi oleh dosen Dessy Ariyanti, S.T., M.T., Ph.D.
Inovasi dari flame retardant ini adalah memanfaatkan kandungan lignin yang banyak terdapat pada ampas tebu. lignin merupakan material yang dapat memperlambat perpindahan panas sehingga bagian dalam benda yang dilapisi lignin pun akan terlindungi.

Untuk memperoleh flame retardant bio-coating, diperlukan tahap isolasi lignin dari ampas tebu menggunakan hidrogen peroksida (H2O2) atau natrium hidroksida (NaOH) serta tahap pencampuran lignin dengan polivinil alkohol (PVA), ammonium fosfat (AP), dan resin.
Adapun pengujian atas produk flame retardant bio-coating menggunakan instrumen TGA (Thermogravimetric Analysis) untuk pengujian stabilitas termal. Hasil pengujian menunjukan bahwa flame retardant ini mampu bertahan sampai suhu 200oC.
Berdasarkan hasil tersebut, Adnya dan tim berharap agar inovasi ini dapat memberikan pengaruh positif untuk mengurangi limbah ampas tebu yang belum banyak dimanfaatkan serta menjadi alternatif sebagai material penghambat api yang ramah lingkungan.
Tinggalkan Balasan