Sepak bola merupakan salah satu cabang olahraga yang menjadi primadona dalam negeri ini. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Nielsen Sport, 77% penduduk Indonesia memiliki ketertarikan pada olahraga si kulit bulat. Beberapa pertandingan pun sudah diselenggarakan dari tahun ke tahun seperti Liga 1 (dulunya Indonesia Super League) dan Piala Presiden yang totalkan sendiri jumlah pertandingan pertahunnya mencapai lebih dari 74 pertandingan.
Penggunaan teknologi baru di dalam permainan sepak bola di perkampungan kumuh di Rio de Janeiro mengubah pandangan olahraga ini. Permainan ini menggunakan ubin yang dikembangkan secara khusus, diletakkan di bawah rumput,bekerja dengan memanfaatkan energi kinetik dari gerakan pemain – juga menggunakan panel surya yang dipasang di sekitar lapangan. Listrik kemudian diumpankan dari ubin bertenaga pemain ke sistem overhead lampu sorot.
Sebanyak 200 ubin tahan cuaca di lapangan ini, 80 persennya terbuat dari bahan daur ulang yang dipasang di bawah lapangan, untuk menangkap energi kinetik pemain selama pertandingan berlangsung. Pada malam hari, energi yang tersimpan itu menghasilkan 100 persen cahaya. Selama siang hari, 75 hingga 80 persen energi diperoleh dari panel surya yang dipasang di atas sebuah sekolah samba di samping lapangan.
Meskipun proyek ini telah membawa seberkas cahaya, tidak semuanya berjalan mulus. Biaya yang mahal membuat lapangan ini kurang populer di telinga orang. Setiap ubin berharga sekitar $500 dan setiap tim yang akan bermain di lapangan tersebut umumnya dikenakan biaya 20-70 Euro untuk setiap jam bermain. Ide cemerlang ini dapat menjadi solusi dalam menghadapi krisis energi, namun perlu adanya pengembangan lebih lanjut untuk menurunkan biaya sehingga dapat dijangkau orang banyak.
Sumber: dw.com